Sabtu, 15 September 2012

"Melingkar"

Ah, memang, melingkar itu tiada duanya dalam menyirami bunga-bunga di taman hati yang kadang melayu sebab angin dunia yang begitu kencang dan tak pandang nurani.

Sebab dalam berjalan menempuhi jalan yang penuh duri ini, kita tak mungkin berjalan tanpa berhenti. Ya, berhenti sesekali mengisi kendi dengan air taushiyah.

Sebab dalam menelusuri lorong demi lorong dalam perjalanan ini, k
ita tak mungkin membiarkan lambung kosong berhari-hari. Ya, berhenti sesekali mengisi perut dengan makanan taujih dan rutinan ibadah.

Sebab dalam terpapah-papah memahami makna hidup, perjalanan yang dilalui sendiri hanya bisa membuat pilu sendiri. Ya, kita butuh uluran-uluran tangan yang menggugurkan satu per satu dosa dan sesekali menepuk pundak dan berkata, "Wahai, bagaimana hati dan imanmu hari ini?" untuk lalu pada mereka kita berbagi tentang gersangnya diri lalu menimba solusi.

Bukankah kita ingin memerangkap energi baik itu dan memental-mentalkannya dari satu sisi ke sisi lain dalam linkaran ini? Lingkaran yang tak putus oleh fitnah dunia yang lebih banyak berisi angin. Lingkaran yang tak akan longgar hanya sebab satu dua angin dunia yang mengajak lena. Lingkaran yang terus bergulir seiring tuanya dunia dengan cahaya yang tak kunjung padam.

Sebab kita harus membiasakan diri pada suatu perasaan di masa depan.
Perasaan yang dengan syahdunya tenggelam dalam nikmatnya syurga dengan semua deskripsinya yang mungkin sudah di luar kepala.
Ya, membiasakan diri dengan perasaan yang demikian.
Sering membiasakan diri mencicipi sedikit dari syurga yang "dicuil-Nya" barang sepotong dua untuk kita di dunia.
Di taman syurga yang satu itu; lingkaran bercahaya kita.

Halaqah kita (atau sebutlah ia dengan apapun namanya, sebab yang sedang aku bicarakan di sini adalah pertemuan di mana hati-hati berhimpun dalam satu rabithah dan derap jama'ah yang sama).

Tidak ada komentar :

Posting Komentar