Selasa, 22 Juli 2014

Terlilit aturan, terikat tali kepentingan pemilik modal

Residen Madiun, J.J Donner terenyak dengan pemberitaan miring tentang dirinya. Dalam surat kabar kabar Pembrita Pribumi, Tirto Adhi Soerjo, sang jurnalis, membongkar skandalnya memecat Bupati Madiun, Brotodiningrat. Motif Donner melakukan hal tersebut: agar dia bisa mencalonkan bupati baru. Donner lalu bersekongkol dengan dengan Patih dan Jaksa Kepala Madiun, Mangoen Atmodjo dan Adipoetro untuk melakukan aksinya itu. Dalam surat rahsia kepada Gubernur Jendral Rooseboom, Dooner melaporkan Brotodiningrat memimpin sejumlah kerusuhan di Keresidenan Madiun, Banten, sampai ke Banyuwangi. Tapi naas, skandal tersebut dikupas habis-habisan oleh Tirto Adhi Soerjo (Pramoedya Ananta Toer, 1985 : 28-34).
Aral pun melintang. Dengan berbagai upaya, Donner mengahalangi munculnya saksi. Meskipun demikian, skandal yang dibongkar oleh Tirto Adhi Soerjo, meluruskan bahwa Brotodiningrat adalah korban fitnah.
Tak lama setelah masalah tersebut diekpose ke publik, Tirto pun masuk daftar Pemerintah Pusat (Hindia Belanda). Berbagai propaganda menghujaninya. Sepak terjangnya di dunia jurnalistik akhirnya berakhir dengan dibuangnya dia ke Telukbetung.
Pramoedya menuliskan sepak terjang Tirto Adhi Soerjo dalam buku Sang Pemula. Pram juga mendokumentasikan karya jurnalistik sekaligus cerita-cerita pendek Tirto. Tirto, tulis Pram, meskipun tak menyelesaikan studi ilmu kedokteran di STOVIA, tapi dia berhasil mendirikan tiga surat kabar, yaitu Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907) dan Poetri Hindia (1908). Ketiga-tiganya menggunakan bahasa Melayu. Tirto Adhi Soerjo adalah tokoh pers nasional dan tokoh pergerakan nasional.
Bukan hal yang baru, penguasa menganggap pers sebagai momok menakutkan. Bahkan setelah Indonesia merdeka, saat rezim Orde Baru berkuasa—bukan lagi rahasia umum—sejumlah media: Majalah Tempo, Tabloid detik, Majalah Editor, dan beberapa surat kabar harian lainnya, diberedel (dilarang terbit) lantaran memberitakan kebobrokan pemerintah.
Agaknya fungsi pers untuk kepentingan publik sering kali terbelenggu oleh kebijakan penguasa yang represif dan pemilik media yang congkak. Jika pada masa Orde Baru, pemerintah mengekang kebebasan pers. Pasca-reformasi 1998, justru pemilik modal yang mengangkangi nilai-nilai pers itu sendiri, dan kebijakan pemerintah sedikit demi sedikit membatasi kerja-kerja pers dalam menegakkan demokrasi.
Wajah pers pasca-reformasi
Alih-alih mampu berpihak pada kepentingan publik dan menjadi salah satu pilar demokrasi, pers kini justru dihadapkan pada permasalahan lainnya. Media-media partisan milik para oligart, dan kebijakan yang membatasi peran pers, adalah dua hal yang umum terjadi saat ini, bahkan hal tersebut juga terjadi di tingkat pers mahasiswa.
Dalam pengantar di buku Laporan Tahunan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) 2013 Etika Media di Tahun Politik, Ketua Umum AJI, Eko Maryadi, mencatat:
“Sejak 2012, aura politik di media sudah terasa terutama di Jakarta. Dimulai dari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI pada Juli-September 2012, disusul Pilkada Jawa Barat dan Jawa Tengah, dan pertengahan 2013 Pilkada Jawa Timur. Suasana politis makin mengental, seiring munculnya problem etika jurnalistik dalam pemberitaan media.
… Problem etik lain adalah semakin berkelindannya politik dan media karena keterlibatan pemilik media dalam ranah politik. Pada Mei 2013, AJI Indonesia mengeluarkan pernyataan menyoal rencana penyalahgunaan media jurnalisme dan frekuensi publik untuk kepentingan politik tertentu…”
Hal ini sungguh dilematis. Secara logika pastilah pemilik media, yang di lain sisi juga pengurus atau pimpinan partai politik, tentu hanya mengekpose hal yang baik-baik saja ihwal partai atau anggota partainya yang menjadi pemangku kekuasan (elite politik). Jurnalis yang bekerja pada media tersebut, mau tidak mau, harus tunduk pada kebijakan perusahaan, dan pikiran kritis mereka pun mati secara perlahan-lahan. Di lain sisi, Rapat Paripurna DPR telah menyetujui dan mengesahkan Tata Tertib Peliputan Pers di DPR, yang membatasi akses jurnalis untuk meliput kegiatan para legislatif itu (Arif Bambani, dkk, 2013: 19-20).
Pers mahasiswa di Unigha
Pers kampus di Jabal Ghafur Gle Gapui (Unigha) Sigli, mengalami hal serupa, seperti yang telah diuraikan di atas. Sejak didirikan pada 2013 lalu, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Pijar Unigha, kewalahan dengan pendanaan karena selama ini dana bersumber langsung dari rektorat. Pun dalam pemberitaan, intervensi pihak kampus yang tak mau keadaan kampus diekspose, menyensor habis-habisan isi pemberitaan, membuat lembaga ini tak leluasa bekerja.
Di lain sisi, belum terbitnya tabloid, yang semula direncanakan bisa menjadikan LPM Pijar mandiri untuk biaya penerbitan ke depan, belum terealisasi. Yang terparah adalah kami juga mengalami kasus yang pernah dialami Tirto Adhi Soerjo, di mana propaganda penguasa (rektorat) terhadap LPM Pijar membuat sebagian mahasiswa lain takut bergabung dengan LPM Pijar, bahkan beberapa anggota memilih mundur dari keanggotaan. Dalam usia yang masih muda LPM Pijar dengan segala keterbatasannya, harus mengakui, bahwa saat ini, kami masih belum bisa berbuat banyak untuk kepentingan mahasiswa Universitas Jabal Ghafur Gle Gapui Sigli.
Jalan keluar menuju jurnalisme pro demokrasi
Perkumpulan jurnalis bisa menjadi wadah untuk membendung berbagai masalah yang telah disebutkan di atas. Selain itu, integritas jurnalis dan sumber daya manusia menjadi modal penting agar bisa melahirkan berita yang berkualitas. Dengan adanya wadah berkumpul, para jurnalis bisa bertukar pikiran ihwal masalah yang mereka hadapi. Dengan adanya wadah berkumpul, jurnalis juga bisa berbagi pengalaman serta berbagi ilmu. Terakhir, semakin banyak jurnalis yang sadar akan segala kesewenang-wenangan tersebut, maka semakin banyak pula perlawanan yang lahir, menentang hal itu. Dan wadah perkumpulan adalah tempat membangun kesadaran tentang profesionalisme sang jurnalis dan etika jurnalistik. Terakhir, tentu saja advokasi akan lebih efektif apabila disertai “gelombang-gelombang besar”, yang membantu menghantam segala bentuk kezaliman terhadap pers.
Daftar Pustaka :
Bambadi, Arif, dkk. 2013. Laporan Tahunan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) 2013: Etika Media di Tahun Politik. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, 2013.
Toer, Pramoedya Ananta. 1985. Sang Pemula. Jakarta: Hasta Mitra.

rindu sam teman lama

Ramadhan kali ini akan segera berakhir, tak ada tanda-tanda aku akan bertemu dengan teman-teman semasa Sma ku duluseperti tiga tahun belakangan ini.
Mungkin mereka sudah sangat sering bertemu satu sama lain, makan bersama atau bahkan saling berbagi cerita satu sama lain. Tapi itu pasti hanya bagi mereka, teman –teman laluku yang melanjutkan belajar di ibukota provinsi yang baru sembilan tahun aman ini.
Harus ku akui, mungkin semua teman laluku itu sangat sibuk, baik dengan aktivitas ataupun dengan study yang akan segera berakhir. Yaa !!! sebentar lagi mereka akan sukses !! aku berharap untuk itu.
Mungkin tahun ini adalah tahun terakhir aku atau teman-teman laluku yang lain bisa saling bertemu, bisa berbagi cerita ataupun tertawa bersama, Mengingat semua pasti akan sibuk dengan pekerjaan atau kesuksesan mereka pribadi, menjadi dokter, guru atau bahkan mengurusi keluarga.
Ku selalu berharap yang terbaik untuk kalian semua, tanpa terkecuali “ ABDI SONO MARANEH”

Rabu, 02 Juli 2014

Rasa Takut


Aku akan duduk melihatmu dari jauh sambil mendoakanmu selama aku tidak bisa melakukan apapun saat ini. Bahkan untuk sekedar bertanya apa kamu sudah makan atau apa kamu baik-baik saja. Sekalipun kesempatan itu ada, aku merasa tidak semua kesempatan mesti diambil.


Aku akan duduk memperhatikanmu dari jauh-jauh sambil mendoakanmu. Sekalipun tangan dan kaki ini begitu ingin bergerak menolongmu ketika kamu tersandung dan jatuh. Aku tahu kamu bisa berdiri sendiri meski harus duduk sebentar untuk merasakan rasa sakit itu.

Aku akan berdiri dan memandangmu dari jauh sambil mendoakanmu. Aku akan memastikanmu baik-baik saja, setidaknya aku tahu apa kamu bahagia atau bersedih hari ini. Sebab aku tidak bisa berada di dekatmu saat ini. Tuhan tidak menyukainya. Bahkan ketika aku bersembunyi-sembunyi seperti ini pun aku masih merasa takut bahwa Dia cemburu karena aku menduakan-Nya.

Lalu aku bersimpuh, menanyakan pada diri sendiri mengapa aku takut untuk melangkah lebih jauh. Aku tahu aku menginginkan berada di sana, berada di dekatmu saat suka dan duka. Orang yang akan menolongmu pertama kali saat jatuh, menjadi orang pertama yang akan menemuimu di pagi hari untuk menanyakanmu, apa kabar tidur malam tadi, nyenyakkah? Menjadi orang yang akan selalu berada di dekatmu dan menggandeng tanganmu saat kemana-kemana. Membuatkanmu sarapan pagi, atau secangkir kopi dimalam hari.

Aku bertanya mengapa aku takut untuk melangkah lebih jauh. Aku terlalu takut pada kenyataan bahwa aku memang penakut. Aku ingin bertanya kepada Tuhan mengapa aku begitu takut. Apakah Tuhan cemburu karena aku lebih mencintai makhluk-Nya daripada dirinya sendiri. Aku takut Dia marah padaku dan mencabut keberanian itu dari dalam diriku, menggantinya dengan rasa takut dan khawatir.

Rabu, 18 Juni 2014

Jangan remehkan doa!

Saat Engkau Tertidur Lelap, Boleh Jadi Namamu Ada Dalam Do'a Mereka.

"Saat engkau tertidur lelap, boleh jadi pintu-pintu langit diketuk oleh puluhan doa yang memohonkan kebaikan untukmu... 

(Do'a itu datang) dari si fakir yang pernah engkau tolong,
dari orang yang lapar yang pernah engkau beri makan, dari orang sedih yang pernah engkau bahagiakan, dari orang yang pernah berpapasan denganmu dan kau beri senyuman untuknya, atau dari orang yang dihimpit kesulitan yang telah engkau lapangkan...

Maka jangan pernah meremehkan sebuah kebajikan untuk selama lamanya.."


(Ibnul Qoyyim Al Jauziyah)

Rabu, 19 Maret 2014

Kasih Sayang Ibu sepasang waktu, sepanjang hayat

Saat beliau hamil bayi kita, tidak bisa tiur
Saat kita masih bayi, rengekan dimalam hari membuat beliau terjaga
Saat kita bisa berjalan, Ibu sampai tidak bisa tidur siang
Saat kita sakit, Ibu juga terjaga khawatir anaknya butuh apa-apa
Bahkan...
Saat kita sudah beranjak dewasa yang seolah-olah sudah (tidak lagi) merepotkan Ibu...kita pergi bermain ke luar agar si Ibu tenang istirahat tetap saja, Ibu tetap khawatir

Ibumu...Ibumu...Ibumu...Ayahmu...


sumber : ARKM-fb

Kamis, 13 Maret 2014

RAskin PEmilu

Dengan Langkah Perlahan, Seorang calon legislative (caleg) DPRK dating kerumah KEPLOR(kepala dusun) tempat diadakan rapat desa.
“ASsalamualaikum” sapanya, dan terdengar sahutan dari dalam di iringi sauara mempersilahkan Masuk.
“makesud ulon tuan jak keunoe, Keuneuk Bayeu Breuh RASKIN keu manduem masyarakat duson nyoe,” maksud saya datang kesini untuk membeli beras rakyat miskin (RASKIN) untuk seluruh masyarakat dusun ini.
Dengan senyuman, masyarakat ditempat tersebut dengan serentak menjawab terima kasih atas kebaikan bapak.
“Saya mengerti masalah ekonomi 304 kepala keluarga (KK)  yang tinggal di dusun ini, dan semoga masyarakat di dusun ini juga mengerti tentang saya “,ucapnya sambil Permisi Keluar.\
Satu hal yang tersirat di pikiran saya kala itu, “RASKIN PEMILU !!” yang tujuannya saling membantu, alias Pertukaran Raskin dengan suara masyarakat saat Pemilu.
Tapi semurah itukah Suara 563 orang  yang terdaftar sebagai Pemilih Tetap di dusun kami??
Jika di Hitung-hitung harga beras raskin hanya Rp.1.600/kg, dan setiap Kepala Keluarga Hanya Bisa Membeli 15Kg saja, serta 563 orang yang Terdaftar sebagai pemilih tetap,
maka akan diperoleh hasil Rp13.000/Surat suara.
15kg x 304 Kepala Keluarga (KK) = 4.560 Kg
Dan
4.560 kg x Rp1.600 = Rp 7.260.000
Serta Rp. 7.260.000 / 563 Daftar Pemilih = Rp 13.000

Dengan total pengeluaran dia Rp7.260.000, itu hanya setengah gaji  anggota DPRK setiap bulannya jika dia terpilih yang berkisar sekitar Rp15.000.000. jika dia terpilih

Senin, 03 Februari 2014

Begitu banyak orang terburu-buru

☑ Membangunkan anak/ keluarga terburu-buru...
☑ Mau pergi ke kantor/ kampus terburu-buru...
☑ Bahkan menjalankan ibadah pun terburu-buru...
Seakan semuanya dikejar waktu...

Jaman dahulu.. Kakek nenek kita punya rumah dan halaman yang luaass...

Dan mereka punya hati yang begitu lapang...

Jaman sekarang, rumah-rumah kecil berhimpitan tanpa halaman

Lalu apakah menjadi sempit hatinya???

Jaman dahulu punya anak banyak itu menjadi rejeki dan kebangaan...

Jaman sekarang, 2 anak cukup saja masih dianggap sebagai beban

Dulu tak ada HP tak ada internet tp orang rajin saling berkirim kabar lewat surat

Sekarang semua media serba ada tp banyak orang sibuk dgn diri sendiri...
Upload banyak foto narsis , buat status galau seolah dunia milik sendiri...

Yaa.. Banyak sekali orang terburu-buru...
Namun hanya satu hal yg sepertinya tdk terburu-buru...
Yaitu dalam menghadapi kematian...

Mengapa??
Hanya masing2 pribadi yg tahu...
Apakah kita sudah siap???
Apakah kita sudah mempersiapkan diri???

Mari kita isi hari kita dg hal-hal yg bermanfaat....
☑ Sibukkan diri dg ibadah
☑ Berkumpul dg orang2 shalih & mendekat kpd majelis ilmu
☑ Perbaiki hubungan sosial dg lingkungan sekitar...
☑ Niatkan segala hal demi Allah... Semua dari Allah.. Dan untuk Allah... Jika ada masalah pun konsultasikan pd Allah... Selesaikan dg mengacu pd Al Qur'an & sunnah RasulNya...

Semoga kita termasuk ke dalam orang2 yg beruntung... Yaitu

orang2 yang beriman (Q.S. Al Mu'minuun [23] : 1-11)

Aamiin allahumma amiin